SUMBER DAYA KONSUMEN
1.Sumber Daya Ekonomi
a. pengertian sumber daya ekonomi
Potensi sumberdaya ekonomi atau lebih dikenal dengan potensi ekonomi
pada dasarnya dapat diartikan sebagai sesuatu atau segala sesuatu
sumberdaya yang dimiliki baik yang tergolong pada sumberdaya alam
(natural resources/endowment factors) maupun potensi sumberdaya manusia
yang dapat memberikan manfaat (benefit) serta dapat digunakan sebagai
modal dasar pembangunan (ekonomi) wilayahtingkat ketergantungan terhadap
sumberdaya secara struktural harus bisa dialihkan pada sumberdaya alam
lain. Misalnya, penggunaan energi sinar matahari, panas bumi, atau
gelombang laut termasuk angin, akan dapat mengurangi ketergantungan
manusia terhadap sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui.
b.
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui (non-renewable or
exhaustible resources). Jenis sumberdaya ini pada dasarnya meliputi
sumberdaya alam yang mensuplai energi seperti minyak, gas alam, uranium,
batubara serta mineral yang non energi seperti misalnya : tembaga,
nikel,aluminium,dll.Sumberdaya alam jenis ini adalah sumberdaya alam
dalam jumlah yang tetap berupa deposit mineral (mineral deposits)
diberbagai tempat dimuka bumi. Sumberdaya alam jenis ini bisa habis baik
karena sifatnya yang tidak bisa diganti oleh proses alam maupun karena
proses penggantian alamiahnya berjalan lebih lamban dari jumlah
pemanfaatannya.
c. sumberdaya alam yang potensial untuk diperbarui
(potentially renewable resources). Kategori sumberdaya alam ini
tergolong sumberdaya alam yang bisa habis dalam jangka pendek jika
digunakan dan dicemari secara cepat, namun demikian lambat laun akan
dapat diganti melalui proses alamiah misalnya ; pohon-pohon di hutan,
rumput di padang rumput, deposit air tanah, udara segar dan lain-lain
Sumberdaya alam ini keberadaannya harus dimanfaatkan seoptimal mungkin
dalam kerangka untuk mendorong, mempercepat dan menunjang proses
pembangunan wilayah (daerah). Namun demikian penting untuk diperhatikan
aspek ketersediaan termasuk daya dukungnya terhadap mobilitas
pembangunan daerah, karena apabila sumberdaya alam dengan 3 kategori ini
dimanfaatkan dengan tidak bijaksana dan arif maka sudah barang tentu
stagnasi dan kemunduran dinamika pembangunan ekonomi wilayah akan
semakin cepat menjelma atau merupakan sesuatu yang tidak bisa
dihindarkan.
Disamping komponen sumberdaya alam, pada saat ini peranan
sumberdaya manusia (human resources) dalam konteks kegiatan pembangunan
ekonomi termasuk pembangunan ekonomi daerah (wilayah) semakin
signifikan. Faktor sumberdaya manusia ini telah menghadirkan suatu
proses pemikiran baru dalam telaah teori-teori pembangunan ekonomi, yang
menempatkan sumberdaya manusia sebagai poros utama pembangunan ekonomi
baik dalam skala global, nasional maupun daerah. Strategi pembangunan
ekonomi yang berbasis pada pengembangan sumberdaya manusia (human
resources development) dianggap sangat relevan dan cocok dengan kondisi
dan karakter pembangunan ekonomi terutama di negara-negara berkembang
sejak era 80-an. Strategi pembangunan ini pertama kali diperkenalkan
oleh seorang pakar perencanaan pembangunan ekonomi berkebangsaan
Pakistan yang bernama Mahbub Ul Haq yang pada saat itu menjadi konsultan
Utama United Nation Development Programme (UNDP). Mahbub Ul Haq
berpendapat bahwa pengembangan sumberdaya manusia harus dijadikan
landasan utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi di negara-negara
sedang berkembang, dan hal ini dianggap penting mengingat ketertinggalan
negara-negara berkembang terhadap negara-negara industri maju dalam
tingkat kesejahteraan ekonomi seperti kualitas dan standar hidup hanya
akan dapat diperkecil manakala terjadi peningkatan yang sangat
signifikan dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
Dari pola
pemikiran seperti diatas maka takaran peranan sumberdaya manusia dalam
proses pembangunan ekonomi dalam konteks untuk mengurangi kesenjangan
pembangunan ekonomi pada dasarnya harus dilihat dari aspek peningkatan
kualitasnya. Dengan kualitas sumberdaya manusia yang semakin meningkat,
akan dapat mendorong peningkatan produktivitas ekonomi sekaligus sebagai
modal dasar untuk memacu pertumbuhan ekonomi.Bagi kebayakan
negara-negara yang tingkat pembangunan ekonominya sudah tergolong lebih
maju, produktivitas sumberdaya manusia secara teknis telah dijadikan
sebagai instrumen terpenting untuk mempertahankan pencapaian laju
pertumbuhan ekonomi, sekaligus dalam upaya untuk memperkuat basis
struktural perekonomiannya.
Dalam era globalisasi, kualitas sumberdaya
manusia yang handal akan sangat membantu suatu negara untuk memenangkan
kompetisi atau persaingan dalam perekonomian global sekaligus dapat
menjaga eksistensi negara tersebut dalam percaturan dan dinamika
perekonomian dunia yang semakin kompetitif.
a. Peranan Sumberdaya Ekonomi Dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini,
kecepatan dan optimalisasi pembangunan wilayah (daerah) tentu akan
sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi
(baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia). Keterbatasan dalam
kepemilikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berkulitas dapat
menimbulkan kemunduran yang sangat berarti dalam dinamika pembangunan
ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang ditimbulkan sebagai akibat
terbatasnya kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi yang dimiliki
daerah adalah ketidakleluasaan daerah yang bersangkutan untuk
mengarahkan program dan kegiatan pembangunan ekonominya, dan situasi ini
menyebabkan munculnya pula disparitas pembangunan ekonomi wilayah.
Kondisi ini tampaknya menjadi tak terhindarkan terutama bila dikaitkan
dengan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini.Dalam telaah teoritis,
dengan sangat tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak menganalisis
tentang dinamika ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah
mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya ketimpangan
pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan
dalam karakteristik limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan
sumberdaya manusia (human resources) disamping beberapa faktor lain yang
juga sangat krusial seperti perbedaan demografi, perbedaan potensi
lokasi, perbedaan aspek aksesibilitas dan kekuasaan (power) dalam
pengambilan keputusan serta perbedaan aspek potensi pasar.
Dengan pola analisis sebagaimana diilustrasikan diatas dapat
digarisbawahi bahwa pengelolaan, ketersediaan, dan kebijakan yang tepat,
relevan serta komprehensif amat dibutuhkan dalam kaitannya dengan
percepatan proses pembangunan ekonomi daerah dan penguatan tatanan
ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat menjamin keberlanjutan proses
pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat disayangkan, dinamika
pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah) dalam era otonomi
daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu kedenderungan dimana
daerah yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat menikmati kemajuan
pembangunan bila dibandingkan dengan wilayah lain yang miskin akan
sumberdaya alam, hal ini diperparah lagi dengan keterbatasan kualitas
sumberdaya manusia. Apabila kondisi seperti ini terus berlanjut maka
tidaklah terlalu mengherankan manakala issu tentang ketimpangan
pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di akhir Pembangunan
Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul dengan sosok yang
semakin mengkhawatirkan.Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat
seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah :
“.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak
yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya,
antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta
penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat
desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam
sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas
seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan
lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah
Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana
menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat
tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik
(political action) dari pemerintahan daerah”. (Wasistiono, 2003)
1.2 Sumber Daya Sementara
a. Barang yang Menggunakan Waktu
Produk yang memerlukan pemakaian waktu dala mengkonsumsinya. Contoh:
Menonton TV, Memancing, Golf, Tennis (waktu Senggang) Tidur, perawatan
pribadi, pulang pergi (waktu wajib)
b. Barang Penghemat Waktu
Produk yang menghemat waktu memungkinkan konsumen meningkatkan waktu
leluasa mereka. Contoh: oven microwave, pemotong rumput, fast food
1.3 Sumber Daya Kognitif
Pengertian sumber daya kognitif adalah kemampuan untuk secara lebih
tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas
munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat
seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara
mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme,
a. Periode sensorimotor
Menurut Piaget,bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui
diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah
periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini
menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam
enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai
empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat
sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara
penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia
sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk
melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda
kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas
sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreatifitas
b. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua
tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul.
Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan
tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek
dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris:
anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat
mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan
semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua
benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor
dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak
mengembangkan keterampilan bahasanya. Mereka mulai merepresentasikan
benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini,
mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami
tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama
lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di
sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami
perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.
c. Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia
enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika
yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
• Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk,
atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka
dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
• Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik
lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan
benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme(anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)
• Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan
lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding
cangkir kecil yang tinggi.
• Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan
cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
• Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau
benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang
seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke
gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama
banyak dengan isi cangkir lain.
d. Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan
cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan
Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan,
kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru
Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan
mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam
kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
e. Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas
tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik
tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti
cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya
dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya.
Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia
dewasa secara fisiologis, kognitif penawaran normal, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya
mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan
penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi
urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak
ada urutan yang mundur.
• Universal (tidak terkait budaya)
• Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada
dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
• Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
• Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup
elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan
terintegrasi)
• Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan.
Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema
berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan
memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental
maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu.
Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori
pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan
pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya
digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang
sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema
tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal
anak berkaitan dengann burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa
semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat,
mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi
skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis
burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang
sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan
cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar
bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di
atas, melihat burung kenari dan memberinya label “burung” adalah contoh
mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan
skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan
skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta
dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label “burung”
adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang
berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap
di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu
karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan
seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan.
Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu
tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima
pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif
mengkonstruksi pengetahuannya.
Sumber: wikipedia